SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum islam atau syariat islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah( kemudahan ) atau azimah.Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran dan hadist) berupa al-wujub, al-almandub, al-hurmah, al- karahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan mubah. Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian, yaitu hukum taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
1. Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi menjadi lima macam, yaitu
a. Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan dilarang ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman
b. An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak hukuman (dosa)
c. Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya
d. Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak pasti sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
e. Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya mendapatkan hukuman (berdosa).
Menurut ulama fikih pebuatan mukallaf itu jika ditinjau dari syariat islam dibagi menjadi lima macam, yaitu :
a. Fardu (wajib), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan hukuman (berdosa)
perbuatan wajib ditinjau dari segi orang melakukannya dibagi menjadi dua, yaitu:
•Fardu ain, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan oleh setiap mukallaf, seperti shalat lima waktu
•Fardu kifayah, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan oleh salah seorang anggota masyarakat, dan jika telah dikerjakan oleh salah seorang anggota masyarakat, maka gugur kewajiban anggota masyarakat lainnya, seperti memandikan, mengafani, menshalatkan, dan menguburkan jenazah muslim
b. sunnah (mandub), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya tidak mendapatkan hukuman (dosa)
perbuatan sunnah dibagi menjadi dua, yaitu:
•Sunnah ain, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu, seperti shalat sunnah rawatib
•Sunnah kifayah, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan dikerjakan oleh salah seorang atau beberapa orang dari golongan masyarakat, seperti memberi salam, mendoakan muslim atau muslimat
c. Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya berdosa dan akan dihukum, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan pahala, seperti: bezina, mencuri, membunuh
d. Makruh, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala, seperti: meninggalkan shalat Dhuha
e. Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seperti: memilih warna pakaian penutup auratnya.
1. Hukum Wa’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu (hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum waid’iy itu terdiri dari tiga macam, yaitu:
a. Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan dalam nas (Alquran dan hadist), bahwa keberadaannya menjadi sebab tidak adanya hukum. Seperti: tergelincirnya matahari menjadi sebab wajibnya shalat zhuhur, jika matahari belum tergelincir maka shalat zhuhur belum wajib dilakukan
b. Syarat, yaitu sesuatu yang berada diluar hukum syara’, tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung padanya, jika syarat tidak ada maka hukum pun tidak ada. Seperti: genap satu tahun (haul) adalah syarat wajibnya harta perniagaan, jika tidak haul maka tidak wajib zakat perniagaan
c. Penghalang (mani), yaitu sesuatu yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab hukum. Seperti: najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang melaksanakan shalat menyebabkan shalatnya tidak sah atau menghalangi sahnya shalat.
Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum islam atau syariat islam tadi barulah kita mengerti pengertian hukum islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran islam sekunder (ijtihad). Pembahasan mengenai karakteristik masing-masing sumber ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1.1. Alqur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
•Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya
•Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid
•Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari
•Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
•Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
•Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
•Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
•Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
•Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
•Hukum munakahat (pernikahan).
•Hukum faraid (waris).
•Hukum jinayat (pidana).
•Hukum hudud (hukuman).
•Hukum jual-beli dan perjanjian.
•Hukum tata Negara/kepemerintahan
•Hukum makanan dan penyembelihan.
•Hukum aqdiyah (pengadilan).
•Hukum jihad (peperangan).
•Hukum dauliyah (antarbangsa).
1.2. Hadist
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
•Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
•Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
•Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
• Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
• Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
• Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
• Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
• Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
• Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
• Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Referensi :
1. ”Ijtihad,” www.wikipedia.com. 26 September 2008
2. http\\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
3. Alquran dan Terjemahannya, 1971: Saudi Arabia
4. M.Quraish Shihab, Membumikan Alquran
5. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadist
Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal dengan hukum islam atau syariat islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari hukum dan hukum islam atau syariat islam. Hukum artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah( kemudahan ) atau azimah.Sedangkan menurut ulama fikih, hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat (Alquran dan hadist) berupa al-wujub, al-almandub, al-hurmah, al- karahah, dan al-ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram, makruh, dan mubah. Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian, yaitu hukum taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
1. Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi menjadi lima macam, yaitu
a. Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan dilarang ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai hukuman
b. An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu dikerjakan maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak hukuman (dosa)
c. Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung pilihan untuk melakukan suatu perbuatan atau meninggalkannya
d. Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak pasti sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
e. Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya mendapatkan hukuman (berdosa).
Menurut ulama fikih pebuatan mukallaf itu jika ditinjau dari syariat islam dibagi menjadi lima macam, yaitu :
a. Fardu (wajib), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan hukuman (berdosa)
perbuatan wajib ditinjau dari segi orang melakukannya dibagi menjadi dua, yaitu:
•Fardu ain, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan oleh setiap mukallaf, seperti shalat lima waktu
•Fardu kifayah, yaitu perbuatan wajib yang harus dikerjakan oleh salah seorang anggota masyarakat, dan jika telah dikerjakan oleh salah seorang anggota masyarakat, maka gugur kewajiban anggota masyarakat lainnya, seperti memandikan, mengafani, menshalatkan, dan menguburkan jenazah muslim
b. sunnah (mandub), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya tidak mendapatkan hukuman (dosa)
perbuatan sunnah dibagi menjadi dua, yaitu:
•Sunnah ain, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap individu, seperti shalat sunnah rawatib
•Sunnah kifayah, yaitu perbuatan sunnah yang dianjurkan dikerjakan oleh salah seorang atau beberapa orang dari golongan masyarakat, seperti memberi salam, mendoakan muslim atau muslimat
c. Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya berdosa dan akan dihukum, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapatkan pahala, seperti: bezina, mencuri, membunuh
d. Makruh, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa, tetapi apabila ditinggalkan pelakunya mendapat pahala, seperti: meninggalkan shalat Dhuha
e. Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan, seperti: memilih warna pakaian penutup auratnya.
1. Hukum Wa’iy
Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu (hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum waid’iy itu terdiri dari tiga macam, yaitu:
a. Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan dalam nas (Alquran dan hadist), bahwa keberadaannya menjadi sebab tidak adanya hukum. Seperti: tergelincirnya matahari menjadi sebab wajibnya shalat zhuhur, jika matahari belum tergelincir maka shalat zhuhur belum wajib dilakukan
b. Syarat, yaitu sesuatu yang berada diluar hukum syara’, tetapi keberadaan hukum syara’ tergantung padanya, jika syarat tidak ada maka hukum pun tidak ada. Seperti: genap satu tahun (haul) adalah syarat wajibnya harta perniagaan, jika tidak haul maka tidak wajib zakat perniagaan
c. Penghalang (mani), yaitu sesuatu yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab hukum. Seperti: najis yang ada di badan atau pakaian orang yang sedang melaksanakan shalat menyebabkan shalatnya tidak sah atau menghalangi sahnya shalat.
Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum islam atau syariat islam tadi barulah kita mengerti pengertian hukum islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber hukum islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan fitrah manusia.
Sumber ajaran islam dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber, yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik. Sumber-sumber ajaran islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber ajaran islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran islam sekunder (ijtihad). Pembahasan mengenai karakteristik masing-masing sumber ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sumber-Sumber Ajaran Islam Primer
1.1. Alqur’an
Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah
Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:
•Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya
•Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid
•Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang mengingkari
•Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang mengingkari kebenaran Alquran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
•Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
•Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
•Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:
•Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
•Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:
•Hukum munakahat (pernikahan).
•Hukum faraid (waris).
•Hukum jinayat (pidana).
•Hukum hudud (hukuman).
•Hukum jual-beli dan perjanjian.
•Hukum tata Negara/kepemerintahan
•Hukum makanan dan penyembelihan.
•Hukum aqdiyah (pengadilan).
•Hukum jihad (peperangan).
•Hukum dauliyah (antarbangsa).
1.2. Hadist
Sunnah menurut syar’i adalah segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Sunnah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Alquran yang kurang jelas atau sebagai penentu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran.
Sunnah dibagi menjadi empat macam, yaitu:
•Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah
•Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah
•Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain
• Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
• Qiyas, yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
• Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
• Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.
• Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
• Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
• Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.
Referensi :
1. ”Ijtihad,” www.wikipedia.com. 26 September 2008
2. http\\www.hikmatun.wordpress.com\pengertian al-qur’an
3. Alquran dan Terjemahannya, 1971: Saudi Arabia
4. M.Quraish Shihab, Membumikan Alquran
5. Syuhudi Ismail, Ilmu Hadist
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan anda berkomentar, tapi yang sopan dan sifatnya membangun yaa...??